MARTAPURA – Adanya sifat perubahan, kompleksitas, ketidakpastian dan konflik merupakan hal penting untuk senantiasa diantisipasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. Keempatnya akan mendatangkan peluang sekaligus masalah bagi perencana, pengelola, pengambil keputusan, serta anggota masyarakat lainnya. Salah satu peluangnya adalah mengenali pentingnya keempat elemen tersebut dan memahami bagaimana keempatnya saling berpengaruh sekaligus dapat menjadi agen dari suatu perubahan yang positif (Mithchell, dkk., 2003).
Terkait dengan adanya sifat-sifat lingkungan di atas, maka lahirnya UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dipandang penting keberadaannya untuk bisa diimplementasikan dalam proses perencanaan dan pembangunan di Indonesia. Salah satunya Pasal 15 dan 16 telah mengamanatkan kepada pemerintah dengan mandatory (kewajiban) untuk melaksanan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satunya pasal 15 yang mengatakan bahwa pada ayat 1 “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau programâ€
Oleh karena itu sebagai langkah lanjutan dari beberapa kegiatan  FGD yang sudah dilaksanakan sebelumnya yaitu workshop, FGD I sampai FGD VIII (rekomendasi dan penyempurnaan RPJMD), Rabu (25/05), Bappeda Kabupaten Banjar menggelar FGD IX yang mengagendakan dokumentasi dan pelaporan KLHS – RPJMD 2016-2021 dengan narasumber dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Provinsi Kalimantan Selatan Prof.Dr.Ir.H.Gt. Muhammad Hatta,MS dan Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir,Msi bertempat di alua Baiman lantai III Bappeda Banjar serta dihadiri beberapa SKPD terkait lainnya.
Drs. Zulyadaini, M.Si saat membuka acara ini menjelaskan bahwa salah satu tujuan dari penyusunan KLHS adalah untuk bisa merekomendasikan tentang sebuah sistem pengeloaan hidup yang disepakati bersama dan dipandang sesuai dengan kondisi dalam suatu wilayah/daerah tertentu termasuk salah satunya di Kabupaten Banjar. Pelaksanaan KLHS harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pembangunan berkelanjutan. Pelaksanaan KLHS dilakukan terhadap kebijakan, rencana dan/atau program secara terpisah atau kombinasi ketiganya. Analisis pertimbangan lingkungan harus diintegrasikan secara penuh dan pada tahap awal dari proses perumusan kebijakan, rencana dan/atau program.
Selain itu narasumber Syarifuddin Kadir menyebutkan bahwa materi dokumentasi KLHS meliputi 2 hal yaitu proses KLHS dan hasil/subtansinya. Ditambahkannya juga  untuk outlane dokumentasinya nantinya akan meliputi berbagai macam materi yaitu pendahuluan, kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup wilayah kajian;, identifikasi dan pelibatan pemangku kepentingan (stake holder’s);, identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan;, identifikasi RPJMD;, kajian pengaruh RPJMD;, rumusan alternatif penyempurnaan RPJMD;, serta rekomendasi perbaikan RPJMD.
Sementara itu Muhammad Hatta memberikan tips untuk perdokumentasian akhir bahwa dokumen tersebut sebaiknya bersifat ringkas padat dengan argumen yang jelas, penulisan disampaikan dengan bahasa yang sederhana, berikan alternatif pilihan akan keputusan yang dapat diambil, dan pahami kondisi dan karakter pengambil keputusan. (ADB/FP)